Liturgical Calendar

Featured Posts

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 24 April 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG KEBURUKAN DAN KEBAJIKAN (BAGIAN 16 : PERJUANGAN ROHANI) : KEHIDUPAN RAHMAT MENURUT ROH

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Dalam beberapa pekan terakhir kita telah merenungkan kebajikan utama: kesabaran, keadilan, keberanian, dan penguasaan diri. Keempatnya merupakan kebajikan utama. Sebagaimana telah kami tekankan beberapa kali, keempat kebajikan ini termasuk dalam kebijaksanaan yang sangat kuno bahkan sebelum kekristenan. Bahkan sebelum Kristus, kejujuran diajarkan sebagai kewajiban warga negara, kebijaksanaan sebagai aturan dalam bertindak, keberanian sebagai bahan dasar kehidupan yang cenderung menuju kebaikan, dan sikap moderat sebagai ukuran penting agar tidak terbebani oleh hal-hal yang berlebihan. Warisan yang begitu kuno, warisan kemanusiaan ini belum tergantikan oleh kekristenan, tetapi terfokus, ditingkatkan, dimurnikan, dan dipadukan dalam iman.

 

Oleh karena itu, dalam hati manusia terdapat kemampuan untuk mengupayakan kebaikan. Roh Kudus diberikan agar mereka yang menerimanya dapat dengan jelas membedakan yang baik dari yang jahat, mempunyai kekuatan untuk berpegang teguh pada kebaikan dengan menjauhi kejahatan, dan, dengan demikian, mencapai realisasi diri sepenuhnya.

 

Namun dalam perjalanan yang kita semua lakukan menuju kepenuhan hidup, yang merupakan takdir setiap orang – takdir setiap orang adalah kepenuhan, kepenuhan hidup – umat Kristiani menikmati pertolongan istimewa Roh Kudus, Roh Yesus. Pertolongan ini diwujudkan melalui karunia tiga kebajikan lain yang khas Kristiani, yang sering disebutkan bersama-sama dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru. Sifat-sifat dasariah yang menjadi ciri kehidupan umat Kristiani ini adalah tiga kebajikan yang sering kita bicarakan bersama-sama: iman, harapan, dan kasih.

 

Katakanlah bersama-sama: [bersama-sama] iman, harapan… Saya tidak mendengar apa pun! Lebih keras! [bersama-sama] Iman, harapan, dan kasih! Bagus!

 

Para penulis Kristiani segera menyebutnya sebagai kebajikan-kebajikan “ilahi”, sepanjang kebajikan-kebajikan tersebut diterima dan dihayati dalam hubungan dengan Allah, untuk membedakannya dari empat kebajikan lainnya, yang disebut “utama” sepanjang keempatnya merupakan “engsel” kehidupan yang baik. Kebajikan-kebajikan ini diterima dalam Pembaptisan dan berasal dari Roh Kudus. Kebajikan yang satu dan kebajikan yang lainnya, baik yang ilahi maupun yang utama, disatukan dalam begitu banyak permenungan sistematis, sehingga menghasilkan sebuah tulisan yang sangat indah, yang sering dikontraskan dengan daftar tujuh dosa yang mematikan. Beginilah cara Katekismus Gereja Katolik mendefinisikan tindakan kebajikan-kebajikan teologis: “Kebajikan ilahi adalah tanda pengenal tindakan moral orang Kristen. Mereka membentuk dan menjiwai semua kebajikan moral. Mereka dicurahkan oleh Allah ke dalam jiwa umat beriman, untuk memungkinkan mereka bertindak sebagai anak-anak Allah dan memperoleh hidup abadi. Mereka adalah jaminan mengenai kehadiran dan kegiatan Roh Kudus dalam kemampuan manusia” (no. 1813).

 

Meskipun kebajikan-kebajikan utama memiliki risiko menghasilkan manusia yang heroik dalam berbuat baik, namun sendirian, terasing, karunia agung kebajikan-kebajikan ilahi adalah keberadaan yang dihidupi dalam Roh Kudus. Orang Kristen tidak pernah sendirian. Ia berbuat baik bukan karena upaya komitmen pribadi yang besar, tetapi karena, sebagai murid yang rendah hati, ia mengikuti jejak Yesus, Sang Guru. Ia berjalan maju. Umat Kristiani mempunyai kebajikan ilahi, yang merupakan penawar yang ampuh terhadap kecukupan diri. Betapa seringnya manusia tertentu yang tidak tercela secara moral mengambil risiko menjadi sombong dan angkuh di mata orang-orang yang mengenal mereka! Injil dengan tepat memperingatkan kita akan bahaya ini, ketika Yesus menasihati murid-muridnya: “Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami hamba-hamba yang tidak berguna. Kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan” (Luk 17:10). Kesombongan adalah racun, racun yang kuat: setetes saja sudah cukup untuk menghancurkan seluruh kehidupan yang ditandai dengan kebaikan. Seseorang mungkin telah melakukan segunung perbuatan baik, mungkin telah menuai hormat dan pujian, namun jika ia melakukan semua ini hanya untuk dirinya sendiri, untuk meninggikan dirinya, apakah ia masih bisa menyebut dirinya orang yang melakukan kebajikan? Tidak!

 

Kebaikan bukan hanya sekadar tujuan, tetapi juga sarana. Kebaikan membutuhkan banyak kebijaksanaan, banyak kebaikan. Kebaikan terutama perlu dilucuti dari kehadiran ego kita yang terkadang terlalu rumit. Ketika “aku” kita menjadi pusat segalanya, segalanya menjadi hancur. Jika kita melakukan setiap tindakan dalam hidup hanya untuk diri kita sendiri, apakah motivasi ini begitu penting? “Aku” yang malang menguasai segalanya dan dengan demikian lahirlah kesombongan.

 

Untuk memperbaiki semua situasi ini, yang terkadang menyakitkan, kebajikan ilahi sangat membantu. Kebajikan ilahi terutama terjadi pada saat kita terjatuh, karena bahkan mereka yang memiliki niat moral yang baik pun terkadang terjatuh. Kita semua terjatuh dalam hidup, karena kita semua adalah orang berdosa. Sama seperti mereka yang mempraktikkan kebajikan setiap hari terkadang melakukan kesalahan; kita semua melakukan kesalahan dalam hidup: kecerdasan tidak selalu jernih, kemauan tidak selalu teguh, nafsu tidak selalu terkendali, keberanian tidak selalu mengalahkan rasa takut. Namun jika kita membuka hati kita terhadap Roh Kudus – Sang Penguasa kehidupan batin – Ia menghidupkan kembali kebajikan ilahi dalam diri kita: kemudian, jika kita kehilangan kepercayaan, Allah membuka kembali kita kepada iman; dengan kekuatan Roh, jika kita kehilangan kepercayaan, Allah membuka kembali kita kepada iman; jika kita putus asa, Allah membangkitkan harapan dalam diri kita; dan jika hati kita mengeras, Allah melunakkannya dengan kasih-Nya. Terima kasih.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa seluruh peziarah dan pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama yang berasal dari Inggris, Finlandia, India, Indonesia, Tanzania dan Amerika Serikat. Dalam sukacita Kristus yang bangkit, saya memohonkan atasmu dan keluargamu kerahiman Allah Bapa kita yang penuh kasih. Semoga Tuhan memberkati kamu semua!

Dan kemudian, pikiran tertuju pada Ukraina, Palestina, Israel, Myanmar, yang sedang berperang, dan banyak negara lainnya yang tersiksa. Perang selalu merupakan kekalahan, dan pihak yang paling diuntungkan adalah produsen senjata. Tolong, marilah kita berdoa untuk perdamaian; marilah kita berdoa untuk Ukraina yang tersiksa: negara ini sangat menderita. Paraq prajurit muda akan wafat... Marilah kita berdoa. Dan marilah kita juga berdoa untuk Timur Tengah, untuk Gaza: mereka sangat menderita di sana, akibat perang. Demi perdamaian antara Palestina dan Israel, agar mereka menjadi dua negara, bebas dan mempunyai hubungan baik. Marilah kita berdoa untuk perdamaian.

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih, Dalam katekese lanjutan kita tentang kebajikan, kini kita beralih dari kebajikan utama menuju kebajikan ilahis. Seperti yang telah kita lihat, kebajikan utama adalah unsur penting dalam kehidupan yang baik. Namun kepenuhan hidup di dalam Kristus yang menjadi tujuan panggilan kita – tujuan akhir kita – hanya mungkin terjadi dengan menanamkan kebajikan iman, harapan dan kasih yang dianugerahkan kepada kita oleh Allah. Disebut ilahi karena menempatkan kita ke dalam hubungan yang dinamis dengan Allah Tritunggal, kebajikan ilahi membentuk dan menjiwai semua kebajikan moral. Mereka dicurahkan oleh Allah ke dalam jiwa umat beriman, untuk memungkinkan mereka memperoleh hidup kekal (Katekismus Gereja Katolik no. 1813). Semoga kita membuka diri kita kembali setiap hari terhadap kuasa Roh Kudus, dan memohon agar Ia menghidupkan kembali iman kita, membangkitkan kembali harapan kita dan melembutkan hati kita dengan kasih-Nya.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 24 April 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA RATU SURGA 21 April 2024 : ARTI SANG GEMBALA MEMBERIKAN NYAWANYA BAGI DOMBA-DOMBANYA

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Hari Minggu ini didedikasikan untuk Yesus Sang Gembala yang baik. Dalam Bacaan Injil hari ini (bdk. Yoh 10:11-18), Yesus mengatakan kepada kita bahwa "Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya" (ayat 11). Ia sangat menekankan aspek ini sehingga Ia mengulanginya tiga kali (bdk. ayat 11, 15, 17). Namun dalam arti apa, saya bertanya kepada diri saya sendiri, sang gembala memberikan nyawanya bagi domba-dombanya?

 

Menjadi seorang gembala, khususnya pada zaman Kristus, bukan sekadar pekerjaan, namun merupakan cara hidup: gembala bukan pekerjaan yang menyita waktu tertentu, namun berarti berbagi sepanjang hari, dan bahkan malam pun juga, dengan domba-dombanya, hidup- menurut saya- bersimbiosis dengan mereka. Memang benar, Yesus menjelaskan bahwa Ia bukan seorang upahan yang tidak peduli terhadap domba-dombanya (bdk. ayat 13), melainkan seorang yang mengenal mereka (bdk. ayat 14): Ia mengenal domba-dombanya. Demikianlah, Ia, Tuhan, gembala kita semua, memanggil nama kita dan, ketika kita tersesat, Ia mencari kita sampai Ia menemukan kita (bdk. Luk 15:4-5). Terlebih lagi, Yesus bukan hanya seorang gembala yang baik yang ambil bagian dalam kehidupan domba-domba-Nya; Yesus adalah Gembala yang baik yang telah mengurbankan nyawa-Nya bagi kita dan memberikan Roh-Nya kepada kita melalui kebangkitan-Nya.

 

Inilah yang ingin disampaikan Tuhan kepada kita melalui gambaran Gembala yang baik: Ia bukan hanya penuntun, pemimpin kawanan domba, tetapi yang terpenting Ia memikirkan setiap orang dari kita, dan Ia memikirkan kita masing-masing sebagai cinta kehidupan-Nya. Renungkanlah hal ini: bagi Kristus, aku penting, Ia memikirkanku, aku tak tergantikan, layak dengan harga nyawa-Nya yang tak terhingga. Dan ini bukan sekadar cara berbicara: Ia sungguh memberikan nyawa-Nya bagiku, Ia wafat dan bangkit kembali bagiku. Mengapa? Karena Ia mengasihiku dan Ia menemukan dalam diriku suatu keindahan yang sering kali tidak dilihat oleh diriku sendiri.

 

Saudara-saudari, betapa banyak orang dewasa ini yang menganggap diri mereka tidak memadai atau bahkan salah! Berapa kali kita berpikir bahwa nilai kita bergantung pada tujuan yang ingin kita capai, apakah kita berhasil di mata dunia, berdasarkan penilaian orang lain! Dan berapa kali kita akhirnya menyia-nyiakan diri untuk hal-hal sepele! Hari ini Yesus memberitahu kita bahwa kita selalu sangat berharga di mata-Nya. Jadi, untuk menemukan diri kita, hal pertama yang harus dilakukan adalah menempatkan diri kita di hadirat-Nya, membiarkan diri kita disambut dan diangkat oleh tangan Sang Gembala kita yang baik dan penuh kasih.

 

Saudara-saudari, marilah kita bertanya kepada diri kita: apakah aku dapat meluangkan waktu, setiap hari, untuk menerima kepastian yang memberi nilai pada hidupku? Dapatkah aku menemukan waktu untuk berdoa, menyembah, memuji, berada di hadirat Kristus dan membiarkan diriku dibelai oleh-Nya? Saudara-saudari, Sang Gembala yang baik memberitahu kita bahwa jika kamu melakukan hal ini, kamu akan menemukan kembali rahasia kehidupan: kamu akan mengingat bahwa Ia memberikan nyawa-Nya bagimu, bagiku, bagi kita semua. Dan bagi Dia, kita semua penting, setiap orang dari kita.

 

Semoga Bunda Maria membantu kita menemukan di dalam Yesus apa yang penting bagi kehidupan.

 

[Setelah pendarasan doa Ratu Surga]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Hari ini kita merayakan Hari Panggilan Sedunia, yang bertema “Dipanggil untuk Menabur Benih Harapan dan Membangun Perdamaian”. Hari Panggilan Sedunia adalah kesempatan yang baik untuk menemukan kembali Gereja sebagai komunitas yang bercirikan orkestra karisma dan panggilan dalam pelayanan Injil. Dalam konteks ini, saya menyapa dengan tulus para imam baru Keuskupan Roma, yang ditahbiskan kemarin sore di Basilika Santo Petrus. Marilah kita mendoakan mereka!

 

Dengan penuh keprihatinan dan kesedihan saya terus memantau situasi di Timur Tengah. Saya kembali mengimbau agar tidak menyerah pada nalar balas dendam dan perang. Semoga jalan dialog dan diplomasi, yang dapat memberikan banyak manfaat, bisa terwujud. Setiap hari saya mendoakan perdamaian di Palestina dan Israel, serta saya berharap kedua bangsa ini dapat segera berhenti menderita. Dan jangan kita lupakan kemartiran Ukraina, kemartiran Ukraina yang sangat menderita karena perang.

 

Dengan penuh duka saya menerima berita meninggalnya Pastor Matteo Pettinari, seorang misionaris muda Consolata di Pantai Gading, dalam sebuah kecelakaan. Ia dikenal sebagai "misionaris yang tak kenal lelah," yang meninggalkan kesaksian luar biasa tentang pelayanannya yang murah hati. Marilah kita mendoakan jiwanya.

 

Saya menyapa dengan hangat kamui semua umat Roma dan para peziarah dari Italia dan pelbagai negara. Saya menyapa para Suster Apostoline dengan penuh kasih sayang: terima kasih atas pelayanan penuh sukacitamu dalam pelayanan panggilan! Saya menyapa umat dari Viterbo, Brescia, Alba Adriatica, dan Arezzo; serta Rotary Club Galatina Maglie e Terre d'Otranto, kaum muda dari Capocroce, kaum muda calon penerima sakramen krisma dari Azzano Mella, dan paroki Sant’Agnese Roma.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Dan saya menyapa para siswa Immacolata, bagus sekali! Tolong, jangan lupa mendoakanku. Selamat menikmati makan siangmu, dan sampai jumpa!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 21 April 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 17 April 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG KEBURUKAN DAN KEBAJIKAN (BAGIAN 15 : PERJUANGAN ROHANI) : PENGUASAAN DIRI

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!


Hari ini saya akan berbicara tentang kebajikan utama yang keempat dan terakhir: penguasaan diri. Bersama tiga kebajikan lainnya, kebajikan ini memiliki sejarah yang sama dan tidak hanya dimiliki oleh umat Kristiani saja. Bagi orang Yunani, praktik kebajikan mempunyai tujuan kebahagiaan. Filsuf Aristoteles menulis risalah terpentingnya tentang etika, yang ditujukan kepada putranya Nicomachus, untuk mengajarinya seni hidup. Mengapa semua orang mencari kebahagiaan, padahal hanya sedikit yang mencapainya? Ini pertanyaannya. Untuk menjawab pertanyaan ini, Aristoteles memperhadapkan tema kebajikan, enkráteia, , yaitu penguasaan diri, salah satu di antaranya, mendapat tempat yang menonjol. Istilah Yunani tersebut secara harafiah berarti “kekuasaan atas diri sendiri”. Jadi, penguasaan diri adalah kekuasaan atas diri sendiri. Kebajikan ini adalah kemampuan untuk menguasai diri, seni untuk tidak membiarkan diri dikuasai oleh hawa nafsu yang memberontak, membangun ketertiban dalam apa yang disebut Manzoni sebagai “campur aduknya hati manusia”.

 

Katekismus Gereja Katolik mengatakan kepada kita bahwa “Penguasaan diri adalah kebajikan moral yang mengekang kecenderungan kepada berbagai macam kenikmatan dan yang membuat kita mempergunakan benda-benda duniawi dengan ukuran yang tepat”. Katekismus melanjutkan, “Penguasaan diri menjamin penguasaan kehendak atas kecenderungan dan tidak membiarkan kecenderungan melampaui batas-batas yang patut dihormati. Manusia yang menguasai diri mengarahkan kehendak indrawinya kepada yang baik, mempertahankan kemampuan sehat untuk menilai, dan tidak mengikuti hawa nafsu” (1809).

 

Oleh karena itu, penguasaan diri, sebagaimana dikatakan dalam bahasa Italia, adalah kebajikan dari ukuran yang tepat. Dalam setiap situasi, kita berperilaku bijaksana, karena orang yang bertindak selalu tergerak oleh dorongan hati atau kegembiraan pada akhirnya tidak dapat diandalkan. Orang yang tidak memiliki pengendalian diri selalu tidak dapat diandalkan. Di dunia di mana banyak orang bermegah karena mengatakan apa yang mereka pikirkan, bahkan orang yang menguasai diri lebih suka memikirkan apa yang dikatakannya. Apakah kamu memahami perbedaannya? Tidak mengatakan apa pun yang terlintas dalam pikiranku ... bukan seperti itu: memikirkan tentang apa yang ingin kukatakan. Ia tidak mengumbar janji kosong tetapi berkomitmen sejauh ia bisa memenuhinya.

 

Dengan senang hati orang yang menguasai diri juga bertindak bijaksana. Dorongan hati yang bebas dan perkenanan sepenuhnya yang diberikan pada kesenangan akhirnya menjadi bumerang bagi kita, menjerumuskan kita ke dalam keadaan jemu. Berapa banyak orang yang sangat ingin mencoba segala sesuatu tetapi mendapati diri mereka kehilangan selera terhadap segala sesuatu! Oleh karena itu, lebih baik mencari ukuran yang tepat: misalnya, menghargai anggur yang baik, mencicipinya teguk demi teguk lebih baik daripada menghabiskannya sekaligus. Kita semua memahami hal ini.

 

Orang yang menguasai diri tahu bagaimana menimbang kata-kata dan mengatur dosisnya dengan baik. Ia memikirkan apa yang ia katakan. Ia tidak membiarkan kemarahan sesaat merusak hubungan dan persahabatan yang hanya bisa dibangun kembali dengan susah payah. Terutama dalam kehidupan keluarga, di mana hambatan lebih rendah, kita semua berisiko tidak mengendalikan ketegangan, kejengkelan, dan kemarahan. Ada waktu untuk berbicara dan ada waktu untuk diam, tetapi keduanya membutuhkan ukuran yang tepat. Dan ini berlaku untuk banyak hal, misalnya tinggal bersama orang lain maupun sendirian.

 

Jika orang yang yang menguasai diri tahu bagaimana mengendalikan sifat mudah marah, bukan berarti kita selalu mendapatinya dengan wajah damai dan tersenyum. Memang benar, kadang-kadang sungguh perlu untuk marah, tetapi selalu dengan cara yang benar. Inilah kata-katanya: ukuran yang tepat, cara yang benar. Kata-kata teguran terkadang lebih sehat daripada diam yang masam dan penuh dendam. Orang yang menguasai diri tahu bahwa tidak ada yang lebih tidak nyaman daripada mengoreksi orang lain, tetapi ia juga tahu bahwa hal itu perlu; jika tidak, ia membiarkan kejahatan tidak terkendali. Dalam beberapa kasus, orang yang menguasai diri berhasil menyatukan hal-hal ekstrim: selain menegaskan prinsip-prinsip mutlak, menegaskan nilai-nilai yang tidak dapat dinegosiasikan, ia juga tahu bagaimana memahami orang lain dan menunjukkan empati terhadap mereka. Menunjukkan empati.

 

Oleh karena itu, karunia orang yang menguasai diri adalah keseimbangan, sebuah mutu yang sangat berharga dan langka. Memang benar, segala sesuatu di dunia ini bersifat berlebihan. Sebaliknya, penguasaan diri berpadu baik dengan nilai-nilai injili seperti kesederhanaan, kebijaksanaan, kesopanan, kelemahlembutan. Orang yang menguasai diri menghargai rasa hormat terhadap orang lain tetapi tidak menjadikannya satu-satunya kriteria dalam setiap tindakan dan perkataannya. Ia peka, mampu menangis dan tidak malu, tetapi ia tidak menangisi dirinya sendiri. Dalam kekalahan, ia bangkit kembali; dalam kemenangan, ia mampu kembali ke kehidupan semula. Ia tidak mencari tepuk tangan tetapi tahu bahwa ia membutuhkan orang lain.

 

Saudara-saudari, tidak benar bahwa penguasaan diri membuat kita menjadi abu-abu dan tidak bergembira. Sebaliknya, penguasaan diri memungkinkan kita menikmati hal-hal penting dalam hidup dengan lebih baik: duduk bersama di meja makan, kelembutan persahabatan tertentu, kepercayaan diri dengan orang-orang bijaksana, takjub akan keindahan ciptaan. Kebahagiaan dengan penguasaan diri adalah kegembiraan yang tumbuh subur di dalam hati orang-orang yang mengenali dan menghargai apa yang paling penting dalam hidup. Marilah kita berdoa kepada Tuhan agar Ia memberi kita karunia ini: karunia kedewasaan, usia, kedewasaan emosi, kedewasaan sosial. Karunia penguasaan diri.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa dengan hangat para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, khususnya kelompok dari Inggris, Irlandia, Finlandia, Indonesia, Malaysia, Filipina, Korea dan Amerika Serikat. Dalam sukacita Kristus yang bangkit, saya memohonkan atasmu dan keluargamu kerahiman Allah Bapa kita yang penuh kasih. Semoga Tuhan memberkatimu!

_______________________

Dan pikiran kita, pada saat ini, [pikiran] kita semua, tertuju kepada bangsa-bangsa yang sedang berperang. Kita memikirkan Tanah Suci, Palestina, Israel. Kita memikirkan Ukraina, Ukraina yang tersiksa. Kita memikirkan para tawanan perang... Semoga Tuhan menggerakkan berbagai kehendak agar mereka semua dapat dibebaskan. Dan berbicara tentang tahanan, mereka yang disiksa terlintas dalam pikiran. Penyiksaan terhadap tahanan adalah hal yang mengerikan dan tidak manusiawi. Kita memikirkan begitu banyak jenis penyiksaan yang melukai martabat manusia, dan begitu banyak orang yang disiksa... Semoga Tuhan membantu dan memberkati semua orang.

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: Dalam katekese lanjutan kita tentang kebajikan-kebajikan utama, kita sekarang beralih ke kebajikan yang keempat dan yang terakhir, yaitu penguasaan diri, yang digambarkan oleh Katekismus Gereja Katolik sebagai “kebajikan moral yang mengekang kecenderungan kepada berbagai macam kenikmatan dan yang membuat kita mempergunakan benda-benda duniawi dengan ukuran yang tepat”. Penguasaan diri adalah kebajikan penguasaan kehendak atas kecenderungan, mempertahankan kemampuan sehat untuk menilai, yang tidak membiarkan kecenderungan melampaui batas-batas yang patut dihormati. Penguasaan diri membantu kita untuk bertindak bijaksana dalam setiap situasi, mengetahui kapan harus berbicara, kapan harus mengoreksi, dan kapan harus diam adalah tanggapan terbaik. Dalam hal kesenangan, penguasaan diri mendorong kita untuk melakukan penilaian yang bijaksana, memilih kesederhanaan ketimbang berlebihan, memungkinkan kita untuk menikmati kesenangan hidup dalam dosis yang terukur. Dalam pengertian ini, penguasaan diri selaras dengan nilai-nilai injili tentang kesederhanaan, kebijaksanaan dan kelemahlembutan. Dengan memupuk kebajikan pengendalian diri, semoga kita merasakan kegembiraan yang mendalam dalam menjalani kehidupan yang seimbang, bergembira secara wajar atas hal-hal baik yang dianugerahkan Allah kepada kita, hal-hal yang benar-benar penting.
______

(Peter Suriadi - Bogor, 17 April 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA RATU SURGA 14 April 2024 : BERBAGI KISAH PERJUMPAAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi, selamat hari Minggu!

 

Bacaan Injil hari ini membawa kita kembali ke senja Paskah. Para rasul berkumpul di Ruang Atas, ketika kedua murid kembali dari Emaus dan menceritakan perjumpaan mereka dengan Yesus. Dan ketika mereka mengungkapkan kegembiraan atas pengalaman mereka, Yesus yang bangkit menampakkan diri kepada seluruh komunitas. Yesus datang tepat pada saat mereka sedang berbagi kisah perjumpaan dengan-Nya. Hal ini membuat saya berpikir bahwa berbagi itu baik, berbagi iman itu penting. Kisah ini menyadarkan kita akan pentingnya berbagi iman kepada Yesus yang bangkit.

 

Setiap hari kita dibombardir dengan ribuan pesan. Banyak di antaranya dangkal semata dan tidak berguna, ada pula yang mengungkapkan rasa ingin tahu yang tidak disengaja atau, yang lebih buruk lagi, muncul dari gosip dan kebencian. Semua itu adalah kabar yang tidak memiliki tujuan; tetapi, justru merugikan. Namun ada juga kabar baik, positif dan membangun, dan kita semua tahu alangkah baiknya kita mendengarkan hal-hal yang baik, dan alangkah jauh lebih baik kita ketika hal ini terjadi. Dan juga ada baiknya berbagi kenyataan yang, baik atau buruk, telah menyentuh kehidupan kita, sehingga dapat membantu orang lain.

 

Namun ada sesuatu yang sering kali sulit kita bicarakan. Apa yang sulit kita bicarakan? Hal terindah yang harus kita ceritakan: perjumpaan kita dengan Yesus. Kita masing-masing telah berjumpa dengan Tuhan dan kita bergumul untuk membicarakannya. Kita masing-masing dapat mengatakan banyak hal mengenai hal ini: melihat bagaimana Tuhan telah menjamah kita, dan membagikan hal ini, bukan dengan menjadi penceramah bagi orang lain, namun dengan berbagi momen-momen unik di mana kita merasakan Tuhan yang hidup dan dekat, yang mengobarkan sukacita di dalam hati kita atau mengeringkan air mata kita, yang mengantarkan keyakinan dan penghiburan, kekuatan dan antusiasme, atau pengampunan, kelembutan. Perjumpaan-perjumpaan ini, yang kita masing-masing alami dengan Yesus, bagikan dan hantarkanlah. Melakukan hal ini dalam keluarga, dalam komunitas, dengan teman-teman itu penting. Sebagaimana bermanfaatnya membicarakan tentang inspirasi-inspirasi yang baik yang telah membimbing kita dalam kehidupan, pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan yang baik yang sangat membantu kita untuk maju, dan juga tentang upaya-upaya dan kerja keras kita untuk memahami dan berkembang dalam kehidupan iman, bahkan mungkin bertobat dan menelusuri kembali langkah kita. Jika kita melakukan hal ini, Yesus, seperti yang Ia lakukan terhadap kedua murid Emaus pada senja Paskah, akan mengejutkan kita serta membuat perjumpaan dan lingkungan kita menjadi semakin indah.

 

Maka, marilah kita mencoba mengingat, sekarang, sebuah momen yang kuat dalam kehidupan iman kita, sebuah perjumpaan yang menentukan dengan Yesus. Setiap orang pernah mengalaminya, kita masing-masing pernah mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Marilah kita hening sejenak dan berpikir: kapan aku menemukan Tuhan? Kapan Tuhan dekat denganku? Marilah kita berpikir dalam keheningan. Dan perjumpaan dengan Tuhan ini, apakah aku membagikannya untuk memuliakan Tuhan? Dan juga, pernahkah aku mendengarkan orang lain ketika mereka menceritakan kepadaku tentang perjumpaan dengan Yesus ini?

 

Semoga Bunda Maria membantu kita berbagi iman untuk menjadikan komunitas kita tempat perjumpaan yang semakin luar biasa dengan Tuhan.

 

[Setelah pendarasan doa Ratu Surga]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Saya sedang mengikuti dalam doa dan dengan keprihatinan, bahkan kepedihan, berita yang sampai kepada kita dalam beberapa jam terakhir mengenai memburuknya situasi di Israel, akibat campur tangan Iran. Saya mengimbau dengan sepenuh hati untuk menghentikan tindakan apa pun yang dapat memicu jalinan kekerasan, yang berisiko menyeret Timur Tengah ke dalam pertikaian militer yang semakin besar.

 

Tidak seorang pun boleh mengancam keberadaan orang lain. Semoga semua negara berpihak pada perdamaian, dan membantu warga Israel dan Palestina yang hidup berdampingan dengan aman di dua negara. Hidup berdampingan dengan aman merupakan keinginan mereka yang mendalam dan sah, serta hak mereka! Dua negara bertetangga.

 

Biarlah segera ada gencatan senjata di Gaza, dan marilah kita menempuh jalur negosiasi, dengan tekad yang bulat. Marilah kita bantu masyarakat yang terjerumus ke dalam bencana kemanusiaan; biarlah para sandera yang diculik beberapa bulan lalu dibebaskan! Begitu banyak penderitaan! Marilah kita berdoa untuk perdamaian. Tidak ada lagi perang, tidak ada lagi serangan, tidak ada lagi kekerasan! Ya untuk dialog dan ya untuk perdamaian!

 

Hari ini di Italia diperingati seabad Hari Nasional Universitas Katolik Hati Kudus, dengan tema: "Permintaan untuk masa depan: kaum muda di antara kekecewaan dan keinginan". Saya mendorong Universitas yang hebat ini untuk melanjutkan layanan formatifnya yang penting, setia pada perutusannya dan memperhatikan kebutuhan kaum muda dan masyarakat dewasa ini.

 

Dengan sepenuh hati saya menyapa kamu semua, warga Roma serta para peziarah dari Italia dan banyak negara. Secara khusus, saya menyapa umat di Los Angeles, Houston, Nutley dan Riverside, Amerika Serikat; serta rakyat Polandia, khususnya – berapa banyak bendera Polandia ada di sana! – dari Bodzanów dan para sukarelawan muda dari Tim Bantuan untuk Gereja Timur. Saya menyapa dan menyemangati para pemimpin Komunitas Sant'Egidio dari berbagai negara Amerika Latin.

 

Saya menyapa para relawan ACLI yang terlibat dalam pendampingan di seluruh Italia; kelompok dari Trani, Arzachena, Montelibretti; kaum muda pengaku iman dari Paroki Santi Silvestro e Martino, Milan; para calon penerima sakramen krisma dari Pannarano; dan kelompok kaum muda "Seni dan Iman" Biarawati Santa Dorothy.

 

Dengan penuh kasih sayang saya menyapa anak-anak dari berbagai belahan dunia, yang datang untuk mengingatkan kita bahwa pada tanggal 25-26 Mei 2024 Gereja akan menyelenggarakan Hari Anak Sedunia yang pertama. Terima kasih! Saya mengajak semua orang untuk mengiringi perjalanan menuju acara ini – Hari Anak pertama – dengan doa, dan saya berterima kasih kepada mereka yang sedang bekerja mempersiapkannya. Dan kepadamu, remaja laki-laki dan perempuan, saya mengatakan bahwa saya sedang menunggumu! Kamu semua! Kita membutuhkan kegembiraan dan harapanmu untuk dunia yang semakin baik, dunia yang damai. Saudara-saudari, marilah kita mendoakan anak-anak yang menderita akibat perang – mereka banyak sekali! – di Ukraina, Palestina, Israel, dan di belahan dunia lain, di Myanmar. Marilah kita berdoa untuk mereka, dan untuk perdamaian.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Saya menyapa kaum muda Imakulata. Selamat menikmati makan siangmu, dan mohon pamit!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 14 April 2024)